Jurnal Harian
Aku membenamkan diriku di sofa empuk di ruang tengah. Kakakku duduk di sampingku sambil terus berkutat dengan novel barunya. Aku agak heran dengannya, novel lebay begitu sepertinya seru sekali. Tapi ini wajar karena ia memang seorang penulis berbakat. Ia mendapat bakat ini dari kakekku, seorang ahli sastra yang sangat terkenal. Tapi anehnya, aku tidak mendapatkan bakat itu. Aku lebih suka menggambar. Menggambar manga dan berbagai tokoh kartun. Tapi aku tetap terkesan dengan kakakku ini. Sebab karya-karyanya sering terpajang di majalah paling terkenal di kotaku. Menyadari bakatnya itu, kakakku pun berencana membuat novel tipis. Novel tentang cinta sekaligus persahabatan.
Sembilan Maret lalu, novel itu akhirnya diterbitkan. Novel itu berjudul, “Kesempatan yang Musnah.” Dan karena menurutku novel itu lumayan seru, aku akan menceritakan isinya seringkas-ringkasnya, dan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.
Novel itu berisikan tentang seorang perempuan yang menyukai lelaki di kelasnya. Awalnya ia ingin sekali melanjutkan hubungan mereka yang hanya sebatas teman. Tapi sayangnya, perempuan itu ditakdirkan untuk bertemu dengan seorang perempuan cantik jelita, tidak lain adalah sahabatnya sekarang. Sahabatnya itu juga menyukai lelaki yang disukainya. Ia bahkan sudah menyatakan perasaannya. Dari situlah kakakku mulai memainkan perasaanku juga pembaca yang lain.
Si tokoh utama ini sangat menyayangi sahabatnya yang baik hati dan setia itu. Ia rela membiarkan sahabatnya memeluk lelaki yang ia sukai, walaupun rasanya seperti hati yang diiris belati. Saat-saat itu mungkin kelihatan seperti bagian klimaksnya, tapi sebenarnya itu awal dari segalanya.
Sahabatnya mulai melupakan dirinya. Membiarkan ia sendirian di malam Minggu, tak pernah mengajaknya makan bersama. Tidak lagi memedulikan sahabatnya itu karena cinta. Tentu saja hati si tokoh utama ini makin teriris. Sahabat yang ia cintai telah melupakan dirinya karena lelaki yang ia cintai juga. Benar-benar membuatku ingin merobek-robek halaman novel, dan masuk ke dalam dunia itu untuk menemani si tokoh utama.
Hingga suatu hari, si tokoh utama mengalami konflik dengan sahabatnya yang egois. Sahabatnya itu menyuruhnya untuk datang ke rumahnya untuk mengambil bunga yang katanya ketinggalan, lalu antarkan ke restoran secepat mungkin. Benar-benar gila! Apa dia tidak berpikir? Dasar egois! (maaf, kemarahanku meluap lagi. Ingin rasanya mendorong sahabatnya itu ke jurang, atau mengikatnya di rel kereta api lalu membacakan balasan orang-orang yang egois sembari menunggu kereta lewat).
Tapi saking bodohnya, si tokoh utama ini melaksanakan perintah dari sahabatnya. Memang sebenarnya ia tak boleh melakukan ini namun orangtuanya sedang di luar kota. Ia mengambil sepedanya lalu pergi. Dan sesuatu terjadi. Aku yakin kalian sudah bisa menebaknya. Ya, kecelakaan besar.
Dia tertabrak truk. Ia dilarikan ke rumah sakit diiringi ocehan sahabatnya di restoran karena bunganya tidak datang-datang. Sahabatnya itu semakin kesal. Ia cabut dari situ, hendak memarahi si tokoh utama. Sekarang aku benar-benar ingin mencabik-cabik seluruh tubuhnya.
Sampai akhirnya ia mendengar kabar bahwa sahabatnya mengalami kecelakaan. Dengan hati penuh rasa bersalah yang teramat sangat ia pergi ke rumah sakit terdekat. Tetesan air mata yang tak terhitung jumlahnya mulai bercucuran membasahi kerah bajunya. Ia sekarang sadar, sahabatnya yang selalu menyayanginya itu telah disia-siakan
Sampai di rumah sakit, ia mencari sahabatnya sambil merengek tanpa malu di depan umum. Setelah ketemu, ia langsung memeluk si tokoh utama yang sedang dalam keadaan koma. Para perawat di situ berusaha menenangkan dirinya yang ia sadari sangat egois itu. Si tokoh utama masih dalam keadaan koma, namun beberapa detik ia terbangun, lalu menatap sahabatnya yang mengguncang-guncangkan dirinya dengan tatapan kosong. Setelah itu ia menutup matanya lagi dan tak pernah membukanya lagi. Tentu saja perasaan si sahabat itu tercabik-cabik, sekarang seluruh bajunya basah karena air mata. Kesempatannya hilang sudah, musnah ditelan air mata. Hidupnya ternoda mulai saat itu. Rasa bersalah tidak hilang dari benaknya. Sialnya pun, ia diputusi pacarnya, karena tak menepati janjinya tadi malam. Dia terpuruk.
Kisah sederhana ini membuat perasaanku bercampur aduk.
Yah, begitulah novel cinta sekaligus persahabatan yang dibuat oleh kakakku. Sampai sekarang novel itu masih diperjualbelikan, dan tertempel stiker, “Best Seller” di sudut kanan atas. Sudah ribuan orang yang membacanya. Semakin banyak yang menyukainya. Termasuk aku. Buku buatan orang di sampingku ini mengajariku banyak hal. Termasuk teman itu lebih penting daripada pacar. Sahabat sejati itu akan selalu menggenggam tanganmu, sedangkan pacar sejati akhir-akhirnya tetap saja akan melepas tanganmu. Jadi jangan sekali-kali kamu melupakan seorang sahabat karena cinta.
Sembilan Maret lalu, novel itu akhirnya diterbitkan. Novel itu berjudul, “Kesempatan yang Musnah.” Dan karena menurutku novel itu lumayan seru, aku akan menceritakan isinya seringkas-ringkasnya, dan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya.
Novel itu berisikan tentang seorang perempuan yang menyukai lelaki di kelasnya. Awalnya ia ingin sekali melanjutkan hubungan mereka yang hanya sebatas teman. Tapi sayangnya, perempuan itu ditakdirkan untuk bertemu dengan seorang perempuan cantik jelita, tidak lain adalah sahabatnya sekarang. Sahabatnya itu juga menyukai lelaki yang disukainya. Ia bahkan sudah menyatakan perasaannya. Dari situlah kakakku mulai memainkan perasaanku juga pembaca yang lain.
Si tokoh utama ini sangat menyayangi sahabatnya yang baik hati dan setia itu. Ia rela membiarkan sahabatnya memeluk lelaki yang ia sukai, walaupun rasanya seperti hati yang diiris belati. Saat-saat itu mungkin kelihatan seperti bagian klimaksnya, tapi sebenarnya itu awal dari segalanya.
Sahabatnya mulai melupakan dirinya. Membiarkan ia sendirian di malam Minggu, tak pernah mengajaknya makan bersama. Tidak lagi memedulikan sahabatnya itu karena cinta. Tentu saja hati si tokoh utama ini makin teriris. Sahabat yang ia cintai telah melupakan dirinya karena lelaki yang ia cintai juga. Benar-benar membuatku ingin merobek-robek halaman novel, dan masuk ke dalam dunia itu untuk menemani si tokoh utama.
Hingga suatu hari, si tokoh utama mengalami konflik dengan sahabatnya yang egois. Sahabatnya itu menyuruhnya untuk datang ke rumahnya untuk mengambil bunga yang katanya ketinggalan, lalu antarkan ke restoran secepat mungkin. Benar-benar gila! Apa dia tidak berpikir? Dasar egois! (maaf, kemarahanku meluap lagi. Ingin rasanya mendorong sahabatnya itu ke jurang, atau mengikatnya di rel kereta api lalu membacakan balasan orang-orang yang egois sembari menunggu kereta lewat).
Tapi saking bodohnya, si tokoh utama ini melaksanakan perintah dari sahabatnya. Memang sebenarnya ia tak boleh melakukan ini namun orangtuanya sedang di luar kota. Ia mengambil sepedanya lalu pergi. Dan sesuatu terjadi. Aku yakin kalian sudah bisa menebaknya. Ya, kecelakaan besar.
Dia tertabrak truk. Ia dilarikan ke rumah sakit diiringi ocehan sahabatnya di restoran karena bunganya tidak datang-datang. Sahabatnya itu semakin kesal. Ia cabut dari situ, hendak memarahi si tokoh utama. Sekarang aku benar-benar ingin mencabik-cabik seluruh tubuhnya.
Sampai akhirnya ia mendengar kabar bahwa sahabatnya mengalami kecelakaan. Dengan hati penuh rasa bersalah yang teramat sangat ia pergi ke rumah sakit terdekat. Tetesan air mata yang tak terhitung jumlahnya mulai bercucuran membasahi kerah bajunya. Ia sekarang sadar, sahabatnya yang selalu menyayanginya itu telah disia-siakan
Sampai di rumah sakit, ia mencari sahabatnya sambil merengek tanpa malu di depan umum. Setelah ketemu, ia langsung memeluk si tokoh utama yang sedang dalam keadaan koma. Para perawat di situ berusaha menenangkan dirinya yang ia sadari sangat egois itu. Si tokoh utama masih dalam keadaan koma, namun beberapa detik ia terbangun, lalu menatap sahabatnya yang mengguncang-guncangkan dirinya dengan tatapan kosong. Setelah itu ia menutup matanya lagi dan tak pernah membukanya lagi. Tentu saja perasaan si sahabat itu tercabik-cabik, sekarang seluruh bajunya basah karena air mata. Kesempatannya hilang sudah, musnah ditelan air mata. Hidupnya ternoda mulai saat itu. Rasa bersalah tidak hilang dari benaknya. Sialnya pun, ia diputusi pacarnya, karena tak menepati janjinya tadi malam. Dia terpuruk.
Kisah sederhana ini membuat perasaanku bercampur aduk.
Yah, begitulah novel cinta sekaligus persahabatan yang dibuat oleh kakakku. Sampai sekarang novel itu masih diperjualbelikan, dan tertempel stiker, “Best Seller” di sudut kanan atas. Sudah ribuan orang yang membacanya. Semakin banyak yang menyukainya. Termasuk aku. Buku buatan orang di sampingku ini mengajariku banyak hal. Termasuk teman itu lebih penting daripada pacar. Sahabat sejati itu akan selalu menggenggam tanganmu, sedangkan pacar sejati akhir-akhirnya tetap saja akan melepas tanganmu. Jadi jangan sekali-kali kamu melupakan seorang sahabat karena cinta.
Comments
Post a Comment